Proses Pembentukan Karakter Pada Anak
Karakter tidak dapat dibentuk dengan
cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa
karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih ~ Helen Keller
Suatu hari seorang anak laki-laki sedang
memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu
yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong.
Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa
kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si
kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi
menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong
kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan
leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si
kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak
dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata
bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut,
yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan
didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang
membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi
karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat
mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat
merayap.
Itulah potret singkat tentang
pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja
mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention
atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama
seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering
membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah
membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak
berkembang. Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat
mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil
melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Ada satu anekdot yang sering saya
sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar. Enak mana makan mie
instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka mie pasti
tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant
yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan
enak atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!
Sama
halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan
komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru (jika memprioritaskan hal
ini) untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya,
waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh,
cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan
proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak
positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah
dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas
(ucapan dan tindakan sama) terpancar di diri kita sebagai orangtua
ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi
orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan
karakter.
Pada awal pembentukan karakter banyak orangtua dan guru bertanya tentang bagaimana mendisiplinkan anak. Yang sangat jarang diketahui oleh para orangtua dan guru, tentang
bagaimana mendidik anak agar tumbuh bahagia dan berkarakter. Disamping
itu bukan hanya anak tetapi buku ini juga memberikan pengarahan bagi
orangtua dan guru agar sadar membentuk karakter mereka secara mandiri.
Pada pembentukan karakter, ingat
segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang
nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia disiplin untuk
bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu
telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak
menggunakan seragam lengkap.
Ada satu kunci untuk menanamkan kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21 hari,
dalam pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan
yang baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran
manusia setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda
biasakan anak sehabis bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya,
mungkin Anda akan selalu mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang
(wajib, dengan kasih sayang) selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21
hari maka kebiasaan itu akan terbentuk dengan otomatis. Nah, kini
kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan kepada anak, pasangan
dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal melakukan saja.
Sukses dalam karakter yang terus diperbarui.
Diambil dari : http://www.pendidikankarakter.com/
mantap pak ..... ehehehehe......
BalasHapusmampir2 ke lele-bo.blogspot.com